Penyebab utama
hati beribadah kepada selain Allah adalah karena ia berpaling dari Allah, sebab
jika hati telah merasakan lezatnya beribadah kepada Allah dan ikhlas
karena-Nya, maka tidak ada sesuatu pun yang lebih manis (Lebih lezat dan lebih
baik) baginya melebihi ibadah tersebut, karena seorang manusia tidak akan
meninggalkan kekasihnya melainkan karena adanya kekasih lain yang lebih ia
cintai, atau karena takut dari hal yang tidak ia senangi.
Firman Allah Ta’ala berkaitan
dengan Nabi Yusuf Alaihissalam,
“Demikianlah,kami palingkan darinya keburukan dan kekejian.
Sesungguhnya, dia (Yusuf), termasuk hamba Kami yang terpilih. (QS.Yusuf :
24).”
Allah
memalingkan hamba-Nya dari apa saja yang
dapat membahayakannya, seperti kecenderungan kepada berhala-berhala dan tergantung
dengannya, dan Dia memalingkannya dari perbuatan keji karena keikhlasannya
kepada Allah.
Berdasarkan
hal inilah, maka sebelum merasakan manisnya beribadah kepada Allah dan ikhlas
karena-Nya, terlebih dahulu seseorang harus mengalahkan jiwanya untuk tidak
mengikuti hawa nafsunya, karena jika dia telah merasakan lezatnya keikhlasan dan
hal itu sudah kuat terhujam di dalam hatinya , maka nafsunya akan tunduk dengan
mudah.
Firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan
(ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah
yang lain) (QS Al Ankabut :45)
Shalat dapat
menolak sesuatu yang tidak disukai seperti perbuatan keji dan munkar, dan di
dalamnya kita akan mendapatkan hal yang sangat dicintai, yaitu berdzikir kepada
Allah dan adanya yang dicintai ini lebih besar dari pada menolak hal yang tidak
disukai.
Sesungguhnya
mengingat Allah merupakan suatu bentuk ibadah. Ibadah hati hanya milik Allah
dan Dia juga berkehendak untuk membolak-balikkan hati manusia. Memurnikan ibadah
dengan niat yang ikhlas adalah sesuatu yang dikendaki-Nya.
Para syeikh
yang shalih Radhiyallahhu anhum,
menyebutkan pentingnya memurnikan tauhid serta ikhlas dalam beragama secara
keseluruhan, dimana seorang hamba tidak menoleh kepada selain Allah, tidak
bergantung, tidak mencintai, tidak takut, dan tidak berharap selain kepada-Nya,
disertai hati yang bersih dari segala pengaruh makhluk. Ia tidak memandang
kepadanya melainkan dengan nur(cahaya) Allah, maka dengan kebenaranlah ia
mendengar, ia melihat, ia mencium, dan ia berjalan. Ia mencintai darinya apa
yang dicintai oleh Allah dan membenci darinya apa yang dibenci oleh-Nya. Loyal
kepada apa yang disukai Allah dan memusuhi apa yang dimusuhi oleh Allah. Ia
hanya takut kepada Allah dan tidak takut kepada selain-Nya. Inilah hati yang
bersih, lurus, bertauhid, tunduk, mukmin, mengenal Allah, merealisasikan,
bertauhid berdasarkan pengetahuan para Nabi dan Rasul dan hakekat serta tauhid
mereka. Maka selama seorang hamba merealisasikan ikhlas dalam ucapan “Laa
ilaaha illallah”, maka keluarlah dari hatinya segala penghambaan terhadap apa
yang dicintai oleh hawa nafsunya dn berpalinglah dari dirinya berbagai maksiat
dan dosa, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Demikianlah,kami palingkan darinya keburukan dan kekejian.
Sesungguhnya, dia (Yusuf), termasuk hamba Kami yang terpilih. (QS.Yusuf :
24).”
Allah
menerangkan penyebab dipalingkannya keburukan dan kekejian dari dirinya, yaitu
karena dia termasuk hamba Allah yang ikhlas, dan mereka itulah yang disebut
dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya kamu (Iblis) tidak kuasa atas hamba-hamba-Ku.” (QS.
Al-Hijr : 42)
Setan berkata sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah,
“Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali
hamba-hamba-Mu yang terpilih diantara mereka.” (QS. Shaad: 82-83)
Ditegaskan dalam sebuah hadist
shahih, Rasulullah Shalallahu alaihiwassalam bersabda yang artinya,
“Barang siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah, secara ikhlas dari
hatinya Allah mengharamkan baginya api neraka.” (H.R Ahmad, Ad daraquthni,
Ath Thabrani dan Abu Nuaim)
Ikhlas
(kalimat tauhid) akan menepis semua sebab-sebab yang dapat memasukkan seseorang
kedalam neraka. Barang siapa yang mengucapkan “Laa ilaaha illallah” (tidak ada ilah yang berhak diibadahi melainkan
hanya Alla) lantas masuk neraka,
berarti ia tidak merealisasikan ikhlas yang dapat mengharamkannya masuk neraka.
Di dalam hantinya masih terdapat syirik yang menjerumuskannya masuk neraka
karena syirik yang terdapat pada umat (islam) ini lebih samar dari pada semut
merayap. Oleh karenanya, setiap hamba diperintahkan dalam setiap shalatnya
mengucapkan,
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
mohon pertolongan.” (Qs. Al-Fatihah : 5)
Sementara
setan menyuruh kepada syirik dan nafsu pun menurutinya sehingga nafsu tersebut
senantiasa berpaling kepada selain Allah. Apakah karena dai takut darinya atau
karena dia mengharap kepadanya, maka seorang hamba dituntut membersihkan
tauhidnya dari segala macam kotoran syirik. Dalam sebuah hadist Nabi Shalallahu
alaihi wassalam bersabda yang artinya,
“setan berkata, saya membinasakan manusia dengan dosa, tetapi mereka
membinasakannku dengan Laa ilaaha illallah (tidak ada ilah yang berhak
diibadahi melainkan Allah) dan istighfar (mohon ampun), maka tatkala aku
melihat hal itu, aku sebarkan dikalangan mereka hawa nafsu maka mereka
melakukan dosa dan tidak memohon ampun, karena mereka menyangka bahwa mereka
berbuat kebaikan.” (HR. Abu Ya’la)
Pemuja nafsu
yang memperturutkan hawa nafsu tanpa petunjuk dari Allah akan mendapat bagian
seperti orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah (Tuhan), maka di dalam dirinya terdapat kemusyrikan yang
menghalanginnya dari istighfar. Adapun orang yang merealisasikan tauhid dan
istighfar, maka kejahatan pasti diangkat darinya, oleh karena itu Dzu An-Nun
(Nabi Yunus) berkata,
“Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk
orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Anbiya’ : 87)
(dari : Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Tazkiyanun Nasf, Darus sunah, 2016 : 46-50)